Semoga ringkasan ini membantu teman - teman dalam mempelajari statistika.
Selamat Belajar....
https://drive.google.com/open?id=0B1mjc0XJKEZ7UzFfOVl3c2ZlRDQ
Tulisan pribadiku, refleksi atas pergulatan hidup di dunia pendidikan orang - orang muda. Semoga bermanfaat bagi pembaca, setidaknya bagi diriku untuk mengingat peristiwa dan pengalaman hidup yang luar biasa ini.
Minggu, 31 Juli 2016
Jumat, 29 Juli 2016
Selasa, 26 Juli 2016
Kita Semua Pemimpin
- Heroik Leadership ( kita semua adalah pemimpin ) -
Seringkali aku melihat di televisi berita yg mengambil judul Indonesia krisis pemimpin. Hal tersebut mengusikku untuk bertanya dan mencari tau lebih jauh apa yang dimaksud head line news tersebut. Kalau dipikir pikir disetiap sendi kehidupan bertaburan pemimpin. Di kelas ada ketua kelas, di OSIS ada ketua ,di semut ada ketua semut, di sekolah ada Kepala Sekolah, di lingkungan kita ada pak RT, RW, pamong lingkungan, Pastur Paroki, camat, walikota, bupati, gubernur, sampai Presiden. Semua ada, lantas mengapa headline news tersebut membuat berita seperti itu. Apa maksud kepemimpinan disini ?
#. Pengalaman nonton saung Mang Udjo di Bandung
Pada study banding kemarin, saya dan guru Sedes berkesempatan menonton pertunjukan angklung mang Udjo yang terkenal itu. Pertunjukan yang sudah sering keluar masuk tv dan sudah mendunia. Iya tentu saya terpukau dengan apa yg disajikan disana. Dalam pertunjukan tersebut salah satu bagiannya adalah main angklung bersama. Setiap pengunjung diberi satu angklung dengan nada berbeda dan dipimpin oleh seorang dirigen yg katanya anak dari mang Udjo. Saya termasuk penonton yang mendapatkan satu angklung waktu itu saya mendapat nada mi /3. Anak mang Udjo mulai mengarahkan kami dan meminta untuk membunyikan angklung mulai dari 1,2, 3 dst dengan kode tangan, dan telah disepakati bersama. Setelah itu anak mang Udjo mulai mengtes dengan gerakan tangan yang acak tidak urut 1,2,3. Tentu saya harus fokus dan memperhatikan tangan / aba aba darinya. Dan pada akhirnya kita semua berhasil main angklung dengan berbagai lagu bersama yang di komandoi oleh anak mang Udjo.
Pengalaman tersebut membuat saya merefleksikan banyak hal. Yang pertama adalah kepiawaian anak mang udjo memimpin kami dengan latar belakang berbeda, suku agama , ras, negara dll , dengan keterampilan yang mungkin bagi saya nol dalam bermain angklung. Bagaimana dengan keunikan kami masing masing, nada angklung yang berbeda berhasil dibuat orkestrasi lagu yang indah oleh komando dari anak mang Udjo. Sangat luar biasa, hal yang beraneka ragam di selaraskan menjadi sebuah nyanyian angklung yang enak di dengar. Dalam keseharaian kita , tentu kita menghadapi kondisi yang hampir mirip seperti itu, berbeda latar belakang, kepentingan , watak dan lain lain. Hal tersebut seringkali menjadi tembok besar buat kita untuk melakukan sesuatu. Namun jika kita belajar dari pengalaman tersebut bagaaiman kepemimpinan anak mang Udjo sangat berpengaruh disini. Bagaiman beliau mengorkestrasi perbedaan menyelaraskannya sehigga menjadi lagu yang indah. Yang kedua , apa jadinya jika setiap dari penonton tersebut ber ego main sendiri sendiri angklungnya, tentu tidak akan menjadi nyanyian yang indah. Lalu apa yang menyatukan kami semua disana ? Tentu adalah tujuannya / VISINYA. yaitu bermain bersama angklung menyanyikan lagu. Visi itu yang membuat saya dan penonton disana untuk setia dan mengikuti komando dari anak mang Udjo. Maka , penting bagi organisasi atau perkumpulan manapun untuk merumuskan visi bersama dan berjuang bersama mewujudkan visi tersebut. Sebagai seorang pemimpin visi menjadi penting , karena visi itu yang akan mengarahkan kita pada tujuan bersama ( pemimpin yang visioner ).
#. Memimpin dengan hati belajar dari dirigen koor
Hari minggu , hari pentakosta, hari turunya Roh kudus atas para rasul, roh yang akan menggerakkan setiap langkah para rasul dalam mewartakan kabar gembira. Di hari minggu ini, saya bersama kedua teman pergi ke gereja gedangan. Awal masuk ke gereja semua nampak biasa saja. Sampailah tiba misa dimulai dengan lagu pembukaan. Pada saat itu pandanganku tertuju kepada kelompok koor yg terdiri dari bapak bapak paruh baya yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang yang dipimpin seorang dirigen ,sebut saja pak senyum gigi ompong, karena ku tak tahu namanya. Selama lagu pembukaan berkumandang, mataku tertuju pada sang dirigen, setiap gerak gerik dan mimiknya tak luput dari mataku. Menarik perhatianku sungguh bapak ini, ratusan kali ku masuk gereja dan mendapati berbagai macam dirigen koor, baru kali ini ku merasakan dirigen koor yang luar biasa. Mungkin terkesan lebay, namun sungguh hal ini yang kurasakan. Aku merasakan betapa bapak itu melakukan tanggung jawabnya sebagai dirigen koor dengan sepenuh hati. Ku melihat semangat yang membara dari dirinya, meski usia yang tak muda bapak ini dengan lincah mendirigen i koor dan umat. Berkali kali dia harus berbalik badan memimpin koor dan umat bernyanyi, sangat energik. Mimik wajahnya yang membuatku merasakan untuk mau terlibat bernyanyi. Sesekali dia tampak tersenyum meski gigi depannya sudah tak ada. Aku sungguh merasa diajak olehnya, hatiku bergetar. Entah kenapa semangat yang dimiliki bapak tadi menular, dan akupun bernyanyi lantang memuji Tuhan sampai misa selesai. Hal yang tidak terjadi biasanya, aku terkadang malas bernyanyi. Ketika misa selesai, dua temanku ternyata merasakan hal yang sama denganku. Dari pengalaman tersebut aku merenungkan satu hal, apa yang dimiliki bapak tadi adalah hati. Bagaimana bapak tadi menjiwai perannya sebagai dirigen (pemimpin lagu) , hati dan jiwa tersebut yang menggerakkan seluruh tubuhnya sehingga sangat energik meski usia tak lagi muda. Hati dan jiwanya lah yang membuat sesekali senyum tersungging darinya. Hati dan jiwanyalah yang mampu menular kepada kami umat untuk mau mengikuti ajakannya untuk bernyanyi. Aku tak mengenalnya, dan aku bukan pula bawahannya. Tapi aku mau melakukan ajakannya. Dia adalah seorang pemimpin, meski dia tak punya organisasi formal namun dia mampu mengajak kami umat untuk bernyanyi memuji Tuhan. Ya, kita semua adalah pemimpin , meski kita tak punya organisasi, lebih lebih berorganisasi.
Memimpin dengan jiwa dan hati, bapak tersebut tidak memiliki jabatan strukturan, bahkan tidak punya wewenang untuk menyuruh atau menugaskan. Yang dia lakukan adalah mengajak dengan sepenuh hati. Melalui hati dan jiwanya dia mampu membuat kami mengikutinya. Teladannya yang menggerakkan kami untuk bernyanyi.
Pemimpin bukan apa yang dijabatnya, atau organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin adalah tentang apa yang dia lakukan, dan apa yang dia lakukan mampu untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan perubahan yang lebih baik.
Minggu 15 mei 2016 di hari pentakosta.
-- Wegig Sulistya --
Seringkali aku melihat di televisi berita yg mengambil judul Indonesia krisis pemimpin. Hal tersebut mengusikku untuk bertanya dan mencari tau lebih jauh apa yang dimaksud head line news tersebut. Kalau dipikir pikir disetiap sendi kehidupan bertaburan pemimpin. Di kelas ada ketua kelas, di OSIS ada ketua ,di semut ada ketua semut, di sekolah ada Kepala Sekolah, di lingkungan kita ada pak RT, RW, pamong lingkungan, Pastur Paroki, camat, walikota, bupati, gubernur, sampai Presiden. Semua ada, lantas mengapa headline news tersebut membuat berita seperti itu. Apa maksud kepemimpinan disini ?
#. Pengalaman nonton saung Mang Udjo di Bandung
Pada study banding kemarin, saya dan guru Sedes berkesempatan menonton pertunjukan angklung mang Udjo yang terkenal itu. Pertunjukan yang sudah sering keluar masuk tv dan sudah mendunia. Iya tentu saya terpukau dengan apa yg disajikan disana. Dalam pertunjukan tersebut salah satu bagiannya adalah main angklung bersama. Setiap pengunjung diberi satu angklung dengan nada berbeda dan dipimpin oleh seorang dirigen yg katanya anak dari mang Udjo. Saya termasuk penonton yang mendapatkan satu angklung waktu itu saya mendapat nada mi /3. Anak mang Udjo mulai mengarahkan kami dan meminta untuk membunyikan angklung mulai dari 1,2, 3 dst dengan kode tangan, dan telah disepakati bersama. Setelah itu anak mang Udjo mulai mengtes dengan gerakan tangan yang acak tidak urut 1,2,3. Tentu saya harus fokus dan memperhatikan tangan / aba aba darinya. Dan pada akhirnya kita semua berhasil main angklung dengan berbagai lagu bersama yang di komandoi oleh anak mang Udjo.
Pengalaman tersebut membuat saya merefleksikan banyak hal. Yang pertama adalah kepiawaian anak mang udjo memimpin kami dengan latar belakang berbeda, suku agama , ras, negara dll , dengan keterampilan yang mungkin bagi saya nol dalam bermain angklung. Bagaimana dengan keunikan kami masing masing, nada angklung yang berbeda berhasil dibuat orkestrasi lagu yang indah oleh komando dari anak mang Udjo. Sangat luar biasa, hal yang beraneka ragam di selaraskan menjadi sebuah nyanyian angklung yang enak di dengar. Dalam keseharaian kita , tentu kita menghadapi kondisi yang hampir mirip seperti itu, berbeda latar belakang, kepentingan , watak dan lain lain. Hal tersebut seringkali menjadi tembok besar buat kita untuk melakukan sesuatu. Namun jika kita belajar dari pengalaman tersebut bagaaiman kepemimpinan anak mang Udjo sangat berpengaruh disini. Bagaiman beliau mengorkestrasi perbedaan menyelaraskannya sehigga menjadi lagu yang indah. Yang kedua , apa jadinya jika setiap dari penonton tersebut ber ego main sendiri sendiri angklungnya, tentu tidak akan menjadi nyanyian yang indah. Lalu apa yang menyatukan kami semua disana ? Tentu adalah tujuannya / VISINYA. yaitu bermain bersama angklung menyanyikan lagu. Visi itu yang membuat saya dan penonton disana untuk setia dan mengikuti komando dari anak mang Udjo. Maka , penting bagi organisasi atau perkumpulan manapun untuk merumuskan visi bersama dan berjuang bersama mewujudkan visi tersebut. Sebagai seorang pemimpin visi menjadi penting , karena visi itu yang akan mengarahkan kita pada tujuan bersama ( pemimpin yang visioner ).
#. Memimpin dengan hati belajar dari dirigen koor
Hari minggu , hari pentakosta, hari turunya Roh kudus atas para rasul, roh yang akan menggerakkan setiap langkah para rasul dalam mewartakan kabar gembira. Di hari minggu ini, saya bersama kedua teman pergi ke gereja gedangan. Awal masuk ke gereja semua nampak biasa saja. Sampailah tiba misa dimulai dengan lagu pembukaan. Pada saat itu pandanganku tertuju kepada kelompok koor yg terdiri dari bapak bapak paruh baya yang jumlahnya tidak lebih dari 10 orang yang dipimpin seorang dirigen ,sebut saja pak senyum gigi ompong, karena ku tak tahu namanya. Selama lagu pembukaan berkumandang, mataku tertuju pada sang dirigen, setiap gerak gerik dan mimiknya tak luput dari mataku. Menarik perhatianku sungguh bapak ini, ratusan kali ku masuk gereja dan mendapati berbagai macam dirigen koor, baru kali ini ku merasakan dirigen koor yang luar biasa. Mungkin terkesan lebay, namun sungguh hal ini yang kurasakan. Aku merasakan betapa bapak itu melakukan tanggung jawabnya sebagai dirigen koor dengan sepenuh hati. Ku melihat semangat yang membara dari dirinya, meski usia yang tak muda bapak ini dengan lincah mendirigen i koor dan umat. Berkali kali dia harus berbalik badan memimpin koor dan umat bernyanyi, sangat energik. Mimik wajahnya yang membuatku merasakan untuk mau terlibat bernyanyi. Sesekali dia tampak tersenyum meski gigi depannya sudah tak ada. Aku sungguh merasa diajak olehnya, hatiku bergetar. Entah kenapa semangat yang dimiliki bapak tadi menular, dan akupun bernyanyi lantang memuji Tuhan sampai misa selesai. Hal yang tidak terjadi biasanya, aku terkadang malas bernyanyi. Ketika misa selesai, dua temanku ternyata merasakan hal yang sama denganku. Dari pengalaman tersebut aku merenungkan satu hal, apa yang dimiliki bapak tadi adalah hati. Bagaimana bapak tadi menjiwai perannya sebagai dirigen (pemimpin lagu) , hati dan jiwa tersebut yang menggerakkan seluruh tubuhnya sehingga sangat energik meski usia tak lagi muda. Hati dan jiwanya lah yang membuat sesekali senyum tersungging darinya. Hati dan jiwanyalah yang mampu menular kepada kami umat untuk mau mengikuti ajakannya untuk bernyanyi. Aku tak mengenalnya, dan aku bukan pula bawahannya. Tapi aku mau melakukan ajakannya. Dia adalah seorang pemimpin, meski dia tak punya organisasi formal namun dia mampu mengajak kami umat untuk bernyanyi memuji Tuhan. Ya, kita semua adalah pemimpin , meski kita tak punya organisasi, lebih lebih berorganisasi.
Memimpin dengan jiwa dan hati, bapak tersebut tidak memiliki jabatan strukturan, bahkan tidak punya wewenang untuk menyuruh atau menugaskan. Yang dia lakukan adalah mengajak dengan sepenuh hati. Melalui hati dan jiwanya dia mampu membuat kami mengikutinya. Teladannya yang menggerakkan kami untuk bernyanyi.
Pemimpin bukan apa yang dijabatnya, atau organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin adalah tentang apa yang dia lakukan, dan apa yang dia lakukan mampu untuk menggerakkan orang lain untuk melakukan perubahan yang lebih baik.
Minggu 15 mei 2016 di hari pentakosta.
-- Wegig Sulistya --
Minggu, 24 Juli 2016
HARI PERTAMA MASUK SEKOLAH....
Hari hari ini sedang ramai dibicarakan mengenai hari pertama masuk sekolah. Sekolah
yang katanya merupakan tempat seseorang memperoleh pendidikan. Sekolah menjadi
tempat seluruh anak negeri memperoleh pendidikan yang formal. lalu pendidikan
yang tidak formal itu dimana tempatnya. Keluarga yang katanya merupakan unsur
pertama dan utama seseorang memperoleh
pendidikan. Orang tua adalah gurunya.
Pada faktanya, menurut data statistik entah
darimana, atau menurut trend nya sekarang, karena kesibukan orang tua memenuhi
kebutuhan yang katanya semakin banyak dan semakain susah dicukupi, emm
kebutuhan atau menuruti hawa nafsu...ideologi kudu sugih, ahh saya ga tahu.
Tapi yang jelas menurut data , tren orang tua sekarang mendidik anak tak lagi menjadi tanggung jawabnya,
ya karena orang tua udah bayar mahal kepada si empunya pendidikan yang katanya
bernama sekolah. Ya aku udah bayar urusan didik mendidik ya kamu yang ngurusin
sekarang. Hmmm dikira pendidikan tu kayak jual beli aja, ahh anak anak tentu
bukan barang dan sekolah bukan penitipan barang, ehh anak.
Oleh karena itu negara yang diwakili pemerintah yang menanggung alias yang bertanggung jawab ,
terkubgkung komitmen dalam UUD untuk mencerdaskan anak bangsa, bikinlah sebuah
regulasi salah satu keterlibatan orang tua dalam mendidik anak adalah dengan
mengantarkan anaknya kesekolah , wuiih kayak jaman aku TK , liat emaku ga ada
di jendela kelas aku pun nangis hahaayy. Harapannya sih itu bentuk kepedulian
orang tua terhadap pendidikan anaknya. Baik sih iya, ya kemudian harapan
selanjutnya hal itu tak sekedar kulitnya saja, formalitas dan bersifat
ceremonial, ahh kog negatif thinking....Ya boleh boleh saja negatif, wobg
faktanya ya begitu. Apa sih masalah mendasarnya.. ya sebenarnya adalah relasi
afeksi, aku menyebutnya. Ditengah dunia bergelimang teknologi , bentuk relasi
manusia mulai berubah, dari bahasa tubuh mimik, berganti dalam bahasa gambar
dan emoticon dalam media sosial ataupun
aplikasi aplikasi chating. Sebagai contoh orang sekarang merasa cukup memberikan
like pada status orang yang kesusahan. Padahal yang dibutuhkan adalah kehadiran
. Lhoo salahnya bikin status ealah ngeles. Hmm
cukup dengan chat di line atau wa orang bisa konek, curhat dan lain
lain. Anehnya juga keluarga sedang kumpul tapi satu sama lain sibuk dengan
gadget nya masing masih. ahhh makin aneh, manusia semakin sepi, relasi semakin
dangkal dan aneh saja. orang bisa berhubungan jarak jauh mencetitakan
keseharian, ketika ketemu sudah habis apa yang akan dibicarakan. Aneh, dan
seperti ada missing nya yaaa...
Seperti pohon kalau kita cuman motong
rantingnya pasti masih akan tumbuh. Tapi bila kita ambil akarnya tentu hal itu
tak kan tumbuh lagi.
Mustinya itu yang menjadi fokus, relasi,
mengembalikan relasi kemanusiaan antar manusia yang sungguh memanusiakan...
mustinya itu yang digarap, ya semoga dengan
mengantar tersebut menjadi pelopor
kembalinya relasi yang memanusiakan antara orang tua dan anak, sukur sukur juga
gurunya di sekolah juga. Karena pendidikan itu relasi yang membutuhkan keterlibatan hati...bukan
suatu proses jual beli...
Tuhan mampukan aku untuk terus memperbaiki
diri, sehingga ku layak disebut sebagai guru...
18
Juli 2016 di suatu sore yang horeee..
HARI KARTINI...
Hari kartini dirayakan di seluruh pelosok negeri. Banyak cara untuk merayakannya, mulai dari anak sekolah yang melakukan upacara , memakai pakaian adat, instansi pemerintah yang mewajibkan pegawai wanita menggunakan pakaian yanb ke kartini kartinian. Semua itu dilakukan agar hari ini berbeda , karena hari ini hari kartini pejuang emansipasi wanita. Namun kadang kita terjebak kepada hal hal yang bersifat ceremonial dan atribut. Kita seringkali melupakan esensi. Mungkin apa yang diperjuangkan kartini hari ini bisa dinikmati seluruh wanita di pelosok negeri, mungkin juga tidak. Yang tampak ya sekarang sudah banyak para wanita yang menjadi pemimpin daerah, aktif di gereja dan lain sebagainya. Ya wanita sekarang sudah teremansipasi memiliki hak yang sama seperti mitrannya lelaki bahkan mungkin ada yang lebih.
Hari kartini dirayakan di seluruh pelosok negeri. Banyak cara untuk merayakannya, mulai dari anak sekolah yang melakukan upacara , memakai pakaian adat, instansi pemerintah yang mewajibkan pegawai wanita menggunakan pakaian yanb ke kartini kartinian. Semua itu dilakukan agar hari ini berbeda , karena hari ini hari kartini pejuang emansipasi wanita. Namun kadang kita terjebak kepada hal hal yang bersifat ceremonial dan atribut. Kita seringkali melupakan esensi. Mungkin apa yang diperjuangkan kartini hari ini bisa dinikmati seluruh wanita di pelosok negeri, mungkin juga tidak. Yang tampak ya sekarang sudah banyak para wanita yang menjadi pemimpin daerah, aktif di gereja dan lain sebagainya. Ya wanita sekarang sudah teremansipasi memiliki hak yang sama seperti mitrannya lelaki bahkan mungkin ada yang lebih.
Apa yang ada di benak wanita saat ini ,
ketika sekarang sudah teremansipasi oleh karena perjuangan kartini.
tergelitik aku akan tweet sudjiwotedjo, bahwa kejayaan negeri
terletak ditangan para wanitanya. kog bisa,,? Apa perannya .? Se strategiz
itukah ?
Tergelitik pula dengan kalimat dibalik pria
hebat disitu pasti ada wanita hebat disampingnya ? Apa benar
Konon katanya pak Harto bisa hebat karena
istrinya ibu Tien. Sepeninggal ibu negara pak Harto seperti kehilangan nyawa.
Benarkah itu ?
Tergelitik pula ketika melihat televisi
kasus korupsi dilakukan oleh pejabat pria, pasti disitu ada wanitanya. Kita
juga pernah disuguhi para artis wanita yang untuk dapat berkencan 3 jam saja
tarifnya ratusan juta. Dan sinyalir para pejabatlah yang menjadi pelanggan
setianya. Ya tidak heran jika para pejabat harus korupsi untuk dapat berkencan
dengan mereka. Apakah seperti itu yang disebut 4 emansipasi ?. Aku tetap tak
mengerti...
Dilain sisi banyak juga para wanita hebat
yang menginspirasi negeri, tidak hanya dandan cantik namjn sungguh kecantikan
terpancar lewat karya dan hatinya. Bunda theresa wanita yang setia bagi kaum
papa, bu risma sang walikota yang memanusiakan manusia di kawasan doli dan
masih banyak lagi wanita wanita yang sangat menginspirasi.
semua ini kutulis dengam hati dan pikiran
lelaki. Aku gatau cara berpikir dan hati wanita.
Yang jelas hari ini hari kartini , marilah
kita coba memaknai esensi tak sekedar acara klise yang ceremonial. Untuk para
wanita , ku berharap cari dan maknai hari ini untuk memahami arti emansipasi
dan semakin menyadari peran yang diemban sebagai wanita sekaligus ibu untuk
hidup di dunia ini.
21 april 2016 AMDG wegig
INSIDEN BENDERA DI SEKOLAHKU
Hmmm…tapi yang ingin kuceritakan adalah cerita insiden bendera yang terjadi di Sekolahku. Tanggal 2 mei merupakan hari yang khusus digunakan untuk memperingati hari Pendidikan Nasional. Kami sebagai bagian dari pendidikan, memperingatinya dengan cara melakukan upacara bendera. Dalam setiap upacara bendera tentu ada satu bagian khusus yaitu acara pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih. Ketika acara pengibaran bendera dibacakan oleh protocol acara sesaat kemudian tampaklah para siswa-siswi petugas pengibar bendera dengan langkah tegap dada membusung tanda kebanggaan berbaris dengan segala kepercayaan diri karena sudah berlatih berkali-kali. Tibalah saat dimana bendera ditali dan dikibarkan diiringi lagu Indonesia Raya. Ketika hendak dikibarkan terjadi sebuah insiden yang tak terduga dimana tali yang mengikat bendera lepas dan tertarik sampai keujung tiang yang membuat bendera tidak mungkin untuk dikibarkan. Tanpak seluruh pandang peserta upacara menuju ke insiden tersebut. Bapak ibu guru berlarian mencoba untuk membantu mengatasi insiden tersebut. Apakah akan merobohkan tiang ? Tanya salah satu guru, tentu akan sulit dan butuh waktu lama. Akhirnya diputuskan bahwa petugas bendera merentangkan bendera sampai upacara berakhir sebagai tanda hormat kami kepada Sang Saka Merah Putih.
Upacara selesai, hal yang menarik terjadi saat upacara selesai. Para petugas pengibar bendera menangis tersedu – sedu. Apa yang membuat mereka menangis ? Tanyaku dalam hati, setelah kukonfirmasi ternyata mereka menangis karena kecewa tidak melaksanakan tugas dengan baik. Ada rasa kecewa mengapa harus terjadi insiden tersebut, “Bukankah kita sudah berlatih sungguh – sungguh”, Tapi mengapa itu masih terjadi ?. Yaah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan harapan tentu akan menumbuhkan rasa kekecewaan. Teman – teman dan para guru berusaha untuk menghibur para petugas bendera tersebut. Dan salah satunya menyatakan bahwa itu keren lhoo, sangat heroik merentangkan bendera sampai upacara bendera berakhir tentu tidak mudah. Pasti itu capek dan itu demi menghormati Bendera merah putih. Hmmm pahlawan masa kini.
Salah satu program TV yang sedang naik daun adalah kisah Mahabaratha. Dalam suatu episode kisah Mahabaratha dikisahkan para pangeran dari Hastinapura baik pandawa maupun kurawa sedang belajar dalam sebuah padepokan namanya Gurukul dengan gurunya bernama guru Druna/Durna. Dalam salah satu episode tersebut dikisahkan pangeran Duryudana dan pangeran Bima berkelahi di pinggir sebuah rawa. Akibat perkelahian tersebut mengakibatkan Bima tercebur kedalam lumpur dan terancam tenggelam. Ketika itu bima berteriak minta tolong kepada saudara – saudaranya pandawa. Para pandwa kebingungan bagaimana mengahadapi masalah tersebut. Datanglah murid lain dan guru Durna ke rawa tersebut. Guru durna tidak segera menolong Bima, Guru tersebut berkata kepada pandawa, demikian katanya : “salah satu bagian dari pendidikan adalah belajar bagaimana mengatasi situasi – situasi yang tak terduga”. Maka beliau sengaja tidak langsung menolong Bima. Kata – kata guru tersebut menantang pikiran Arjuna saudara bima untuk memecahkan persoalan tersebut. Arjuna mengambil panah, kemudian memanah salah satu ranting pohon yang berada di dekat rawa. Ranting itu tumbang dan digunakanlah untuk menolong Bima.
Dua buah kisah yang berbeda setting namun memberikan pembelajaran hidup yang sama. Belajar di sekolah bukan hanya belajar tentang teori dan ilmu pengetahuan , rumus yang nantinya digunakan untuk mengerjakan soal ulangan atau ujian. Akan tetapi lebih dalam dari itu, belajar itu tentang berpikir dan menyelesaiakan masalah belajar menghadapi kekecewaan dan bangkit untuk lebih baik lagi.Belajar menghadapi masalah yang tak terduga, bagaimana kita menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks. Dan akhirnya belajar itu untuk hidup, hidup adalah belajar tanpa henti.
Non Scholae Sed Vitae Discimus.
Langganan:
Postingan (Atom)